MAKI Jatim Desak Evaluasi Ulang Proses Pengangkatan Sekdispora, Soroti Integritas dan Transparansi Baperjakat serta BKD Jawa Timur

SURABAYA, 5 NOVEMBER 2025 –TOP BERITA NUSANTARA Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Koordinator Wilayah Jawa Timur kembali menyoroti praktik tata kelola kepegawaian di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Sorotan tajam tersebut diarahkan kepada Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Jatim dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jatim, menyusul pengangkatan Dra. Vitri Rahmawati sebagai Sekretaris Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Jawa Timur secara definitif.
Langkah pengangkatan ini dinilai MAKI Jatim telah mengabaikan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan penegakan disiplin ASN, karena yang bersangkutan pernah dijatuhi sanksi administratif berat berupa penurunan pangkat dari eselon III ke eselon IV akibat kasus pelanggaran etika kedinasan.
Pengangkatan Sekdispora Baru Tuai Sorotan
Sejak awal 2025, Dra. Vitri Rahmawati menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Dispora Jatim di bawah kepemimpinan Kepala Dinas Hadi Wawan. Namun, keputusan menjadikannya pejabat definitif di posisi yang sama beberapa bulan kemudian menuai kritik keras.
MAKI Jatim menilai keputusan tersebut menunjukkan adanya kelalaian dalam proses penelusuran rekam jejak (track record review) oleh Baperjakat dan BKD Jatim. Berdasarkan data yang diungkap MAKI, Dra. Vitri sebelumnya terbukti melanggar kode etik ASN dan telah dijatuhi sanksi oleh BKD Jatim.
> “Faktanya, sanksi penurunan pangkat terhadap Dra. Vitri bukan isu baru. BKD Jatim sendiri yang pernah menjatuhkannya karena pelanggaran etik kedinasan yang serius. Namun kini, seolah-olah catatan itu dihapus begitu saja,” ungkap Heru MAKI, Koordinator MAKI Jatim.
Pertanyaan Kritis MAKI: Di Mana Akuntabilitas Keputusan?
Heru MAKI menyatakan, langkah Baperjakat dan BKD Jatim dalam mengangkat kembali Dra. Vitri ke jabatan eselon III tanpa penjelasan terbuka menimbulkan pertanyaan besar di publik.
> “Kami ingin tahu dasar hukumnya. Apa pertimbangan administratif dan moral yang digunakan untuk menaikkan kembali seseorang yang pernah mendapat sanksi kedinasan berat ke jabatan strategis?” tegas Heru.
Menurut MAKI, proses pembinaan kepegawaian di lingkungan Pemprov Jatim harus dijalankan berdasarkan sistem merit, yakni seleksi berdasarkan kompetensi, integritas, dan rekam jejak kinerja, bukan atas dasar pertimbangan subjektif atau politis.
> “Bila ASN yang memiliki catatan pelanggaran berat bisa diangkat kembali tanpa evaluasi terbuka, maka ke depan akan muncul preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan yang bersih,” tambah Heru.
MAKI Desak Evaluasi dan Audit Keputusan
Sebagai langkah lanjutan, MAKI Jatim memastikan akan mengirim surat resmi kepada sejumlah pihak, antara lain Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur selaku Ketua Baperjakat Jatim, Kepala BKD Jatim, dan Kepala Inspektorat Provinsi Jatim, untuk meminta klarifikasi formal terkait mekanisme pengangkatan Dra. Vitri Rahmawati.
> “Kami akan meminta penjelasan komprehensif dan terbuka. Pihak-pihak terkait harus bertanggung jawab menjelaskan dasar dan proses pengangkatan ini,” tegas Heru.
Selain itu, MAKI juga berencana melayangkan laporan kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Irjen Kemendagri) untuk meminta evaluasi menyeluruh terhadap keputusan tersebut.
> “Kami ingin memastikan apakah sanksi yang pernah dijatuhkan kepada Dra. Vitri sudah dianggap selesai secara hukum administrasi dan apakah pengangkatannya telah sesuai dengan regulasi ASN yang berlaku,” ujarnya.
Dugaan Intervensi dalam Penegakan Sanksi ASN
Dalam pernyataan lanjutan, Heru MAKI mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima sejumlah laporan dari ASN di berbagai instansi Pemprov Jatim yang mengeluhkan ketidakadilan dalam penjatuhan sanksi disiplin.
Menurutnya, beberapa hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) BKD Jatim diduga tidak objektif dan cenderung mengikuti “pesanan” dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tertentu.
> “Ada dugaan kuat bahwa dalam beberapa kasus, sanksi terhadap ASN ditetapkan bukan berdasarkan fakta obyektif, tetapi karena intervensi pihak tertentu dalam OPD. Ini pola yang tidak sehat dan harus dihentikan,” tegas Heru.
MAKI Jatim berkomitmen menelusuri lebih jauh dugaan praktik semacam itu dan akan membuka ke publik sejumlah kasus serupa untuk menunjukkan pola manipulasi dalam proses kepegawaian di tingkat daerah.
> “Kami tidak akan berhenti pada satu kasus ini. Kami akan ungkap sejumlah ASN yang menjadi korban dari sistem yang tidak transparan,” tandasnya.
Peringatan Moral bagi Tata Kelola Pemerintahan Daerah
Heru menilai, kasus ini bukan sekadar polemik personal, melainkan peringatan serius terhadap lemahnya integritas sistem birokrasi daerah. Posisi Sekretaris Dinas, terlebih di sektor kepemudaan dan olahraga, menurutnya, harus diisi oleh figur yang memiliki moralitas dan integritas tinggi.
> “Jabatan publik di sektor kepemudaan membutuhkan keteladanan moral dan etika. Bila pejabatnya memiliki rekam jejak pelanggaran, maka pesan moral yang diterima publik justru kontraproduktif,” ujar Heru.
Ia menekankan, Baperjakat dan BKD Jatim wajib menjaga integritas sistem penempatan jabatan, agar tidak muncul persepsi publik bahwa promosi ASN bisa dilakukan tanpa mempertimbangkan catatan kedisiplinan atau pelanggaran etika.
Harapan Terhadap Pemerintah Provinsi dan Kemendagri
Hingga berita ini disusun, MAKI Jatim telah menyelesaikan surat resmi yang akan segera dilayangkan kepada Sekdaprov Jatim, Kepala BKD, dan Inspektorat Provinsi untuk meminta klarifikasi.
MAKI juga berharap agar Gubernur Jawa Timur dan Kementerian Dalam Negeri memberi perhatian khusus terhadap persoalan ini, sebagai bagian dari pengawasan dan pembenahan sistem birokrasi daerah.
> “Kami berharap langkah ini menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk memperkuat kembali prinsip good governance dalam pengelolaan ASN, dengan menegakkan transparansi, integritas, dan akuntabilitas,” tutup Heru.
Analisis dan Implikasi
Pengangkatan pejabat publik dengan latar belakang sanksi etik dapat berdampak pada menurunnya kepercayaan publik terhadap birokrasi daerah. Dalam konteks reformasi birokrasi nasional yang dicanangkan pemerintah, keputusan seperti ini berpotensi melemahkan semangat profesionalisme ASN serta merusak sistem meritokrasi yang menjadi landasan pembinaan aparatur negara.
Kasus yang disoroti MAKI Jatim ini menjadi uji integritas kelembagaan bagi Baperjakat dan BKD Jatim dalam menjalankan fungsi pembinaan karier ASN. Penanganan dan tindak lanjut kasus ini akan menjadi tolok ukur sejauh mana Pemprov Jawa Timur berkomitmen terhadap prinsip transparansi, keadilan, dan tata kelola pemerintahan yang bersih.pungkas”Heru (Red)
