MAKI Jatim Ungkap Dugaan Permainan Dana CSR oleh KIP Foundation dalam Program Desa Wisata

Surabaya –Top Berita Nusantara Sabtu 4 Oktober 2025 Penelusuran mendalam yang dilakukan oleh MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) Jawa Timur terhadap aktivitas KIP Foundation memasuki babak baru. Lembaga penggerak anti korupsi ini mengungkap adanya indikasi penyimpangan serius dalam pengelolaan dana CSR (Corporate Social Responsibility) dan kemungkinan tumpang tindih anggaran dengan program desa wisata yang dibiayai oleh dana APBD I Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Penemuan ini berawal dari investigasi tim Litbang dan Investigasi MAKI Jatim, yang menemukan bahwa KIP Foundation tidak terdaftar sebagai penerima resmi dana CSR di data milik Bidang Rencana dan Pengembangan Ekonomi Lokal (Rendalev) Bappeda Jatim. Nama yayasan tersebut juga tidak ada dalam Forum 51, yaitu forum resmi yang mewadahi perusahaan-perusahaan pemberi CSR dan telah terverifikasi oleh pemerintah daerah.
Yayasan Tak Terdaftar, Tapi Kelola Dana Besar
Heru MAKI, Koordinator Wilayah MAKI Jawa Timur, mengatakan bahwa kondisi ini sangat mencurigakan. Bahkan, pihak tenaga ahli Forum 51 sendiri tidak mengenal keberadaan KIP Foundation.
“Ini fakta yang mengejutkan. Lembaga yang tidak terdata secara resmi justru bisa mengelola dana CSR dari berbagai perusahaan,” jelas Heru kepada awak media.
Kuat dugaan bahwa KIP Foundation menjalin kerja sama tidak resmi atau “di bawah tangan” dengan sejumlah perusahaan, lalu menggunakan dana CSR tersebut untuk menjalankan program-program tertentu tanpa melalui proses pelaporan dan pengawasan pemerintah.
MAKI Jatim pun mengingatkan bahwa dasar hukum pengelolaan CSR telah diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, di mana pelaksanaan CSR wajib dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Tumpang Tindih Anggaran Desa Wisata, Ada Apa dengan Disbudpar?
Keterlibatan KIP Foundation tidak berhenti pada dana CSR saja. MAKI Jatim juga menemukan fakta bahwa yayasan ini diduga ikut terlibat dalam pelaksanaan program desa wisata yang secara resmi dibiayai oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur melalui anggaran APBD I.
“Dari hasil penelusuran kami, ada program desa wisata yang dilakukan Disbudpar Jatim bekerja sama dengan KIP Foundation, padahal Disbudpar juga mengelola anggaran sendiri dari APBD untuk program yang sama,” papar Heru.
Fakta ini memperkuat dugaan adanya tumpang tindih penggunaan anggaran, dan bahkan membuka potensi terjadinya penyalahgunaan dana publik maupun CSR. Dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) Tahun Anggaran 2025, Disbudpar Jatim tercatat telah mengalokasikan dana khusus untuk pembentukan desa wisata tanpa perlu keterlibatan lembaga eksternal yang tidak terverifikasi.
MAKI Jatim Minta Audit BPKP dan Klarifikasi Disbudpar
Menindaklanjuti temuan-temuan tersebut, MAKI Jatim segera akan mengirimkan surat resmi kepada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur. Dalam surat tersebut, MAKI akan mempertanyakan kebijakan anggaran dan meminta klarifikasi tentang peran KIP Foundation dalam kegiatan desa wisata.
Tak hanya itu, MAKI Jatim juga mendesak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jawa Timur untuk melakukan audit independen terhadap laporan keuangan KIP Foundation. Audit ini ditujukan untuk menelusuri sumber dana, penggunaan, dan laporan pertanggungjawaban per program, khususnya yang berkaitan dengan program desa wisata BUMDesa.
MAKI Lacak Perusahaan-Perusahaan Pemberi Dana CSR
Dalam rangka memperkuat bukti dan data, tim investigasi MAKI Jatim juga telah menyambangi sejumlah perusahaan besar yang diketahui menyalurkan dana CSR-nya melalui KIP Foundation. Tujuan dari langkah ini adalah meminta laporan pertanggungjawaban dan mengetahui sejauh mana perusahaan-perusahaan tersebut terlibat.
“Saya belum bisa sebutkan nama perusahaannya, tapi kami sudah datangi beberapa, termasuk perusahaan kertas besar di Jatim, pabrik rokok, dan perusahaan tambang. Semuanya masih dalam proses klarifikasi internal kami,” ungkap Heru.
Masyarakat Diminta Ikut Mengawasi Penggunaan Dana Publik
MAKI Jatim menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya soal lembaga yang tak terdaftar menerima CSR, tapi sudah menyentuh ranah akuntabilitas anggaran publik, transparansi pengelolaan dana desa wisata, dan keterlibatan pihak-pihak yang tidak memiliki legalitas jelas dalam kegiatan pemerintahan.
“Masyarakat harus tahu dan ikut mengawasi. Ini uang publik, uang perusahaan yang semestinya memberi manfaat secara luas. Bukan untuk dimainkan oleh oknum tertentu tanpa pengawasan,” pungkas Heru.
MAKI Jatim menyatakan akan terus mengawal proses hukum dan audit hingga seluruh pihak yang terlibat dimintai pertanggungjawaban. Mereka juga mengajak publik, media, dan aparat penegak hukum untuk bersama-sama menuntut keterbukaan dalam penggunaan dana CSR dan dana pembangunan dari pemerintah.(Red)