“Dukungan Penuh MAKI Jatim untuk Ira Puspitadewi: Menegaskan Profesionalisme dan Keberanian Pemimpin BUMN”

Surabaya —Top Berita Nusantara Selasa, 25 November 2025, LSM MAKI Jawa Timur (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) menyatakan dukungan penuh terhadap Ira Puspitadewi, mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), yang saat ini tengah menghadapi proses hukum terkait dugaan korupsi dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN). Ketua Koordinator Wilayah MAKI Jatim, Heru Satriyo, S.Ip, menegaskan bahwa pihaknya siap bergabung dalam tim kuasa hukum Ira untuk pengajuan memori banding. Dukungan ini diberikan sebagai bentuk pembelaan terhadap profesionalisme, keadilan, dan kepastian hukum di lingkungan BUMN, sekaligus menjadi peringatan agar pimpinan BUMN tidak takut mengambil keputusan strategis demi kepentingan negara.
Kasus yang tengah bergulir ini bermula pada 6 November 2025, saat Ira memasuki ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta bersama dua mantan koleganya, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono. Mereka didakwa atas dugaan kerugian negara lebih dari Rp1 triliun terkait akuisisi PT Jembatan Nusantara. Namun, bagi Ira, angka fantastis tersebut tidak mencerminkan fakta sebenarnya. Menurutnya, akuisisi yang dilakukan ASDP justru membawa keuntungan bagi negara dan masyarakat.
Dalam pleidoinya, Ira menegaskan secara tegas:
“Saya bukan koruptor. Saya dikriminalisasi.”
Ia menambahkan bahwa sejak 13 Februari 2025, ia dan koleganya ditahan tanpa adanya bukti korupsi yang sahih. Laporan kerugian negara baru dibuat tiga bulan setelah penahanan, dan bukan oleh lembaga audit resmi, melainkan oleh KPK sendiri. Pernyataan dari ahli Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menegaskan bahwa akuisisi dilakukan sesuai prosedur yang berlaku, namun hal tersebut tampaknya diabaikan dalam proses hukum.
Salah satu poin penting dalam pleidoi Ira adalah penilaian aset kapal PT JN yang dianggap “besi tua”, padahal kapal-kapal tersebut masih produktif dan menghasilkan pendapatan. Contohnya, kapal Royal Nusantara yang bernilai Rp121 miliar tiba-tiba dihitung hanya Rp12,4 miliar. Menurut Ira, perhitungan tersebut tidak masuk akal dan merugikan reputasinya sebagai pemimpin profesional di BUMN.
Selain itu, Ira menekankan bahwa akuisisi PT JN justru menguntungkan negara. Dengan harga pembelian Rp1,27 triliun, ASDP mendapatkan aset senilai Rp2,09 triliun, termasuk 53 kapal komersial beserta izin operasional. “Kami membeli aset Rp2 triliun dengan harga Rp1,2 triliun. Bagaimana mungkin ini disebut merugikan negara?” ujarnya. Akuisisi ini juga menjaga kelangsungan layanan penyeberangan di wilayah 3T, yang menjadi tumpuan hidup ratusan ribu warga, menjadikan keputusan strategis ini bukan sekadar transaksi bisnis, melainkan langkah penting untuk kepentingan publik.
Vonis yang dijatuhkan oleh Ketua Majelis Hakim Sunoto, bersama anggota hakim Nur Sari Baktiana dan Mardiantos, mengejutkan publik. Ira divonis 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan, jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan KPK yang mencapai 8 tahun 6 bulan penjara. Sementara Yusuf Hadi dan Harry MAC divonis masing-masing 4 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan. Hakim menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan Ira dan kolega merupakan keputusan bisnis murni dan berada dalam payung Business Judgement Rule (BJR), dilakukan dengan itikad baik tanpa niat jahat (mens rea) merugikan negara.
Menanggapi putusan ini, Heru Satriyo menegaskan bahwa MAKI Jatim akan mendampingi Ira dalam proses banding. Dukungan ini diberikan untuk menegaskan bahwa keputusan bisnis yang sah dan menguntungkan negara tidak boleh dijadikan dasar kriminalisasi. “Kasus ini menjadi peringatan bagi seluruh profesional BUMN. Keberanian mengambil keputusan strategis untuk kepentingan negara tidak boleh berakhir pada kriminalisasi. MAKI Jatim siap mendampingi dan menjadi bagian dari upaya menegakkan keadilan,” ujar Heru.
Kasus ini juga menjadi refleksi bagi dunia usaha di Indonesia. Menurut Ketua Majelis Hakim Sunoto, kriminalisasi terhadap pimpinan BUMN yang mengambil keputusan bisnis dapat merusak ekosistem korporasi dan mengurangi minat profesional terbaik untuk memimpin BUMN. Keputusan yang diambil berdasarkan BJR harus dihargai dan diperlakukan sebagai langkah profesional, bukan tindakan kriminal.
Dengan dukungan ini, MAKI Jatim berharap proses banding dapat berjalan secara adil dan transparan, sekaligus menjadi momentum untuk memperkuat profesionalisme di sektor BUMN. Dukungan hukum dan moral bagi Ira Puspitadewi diharapkan tidak hanya menegakkan keadilan, tetapi juga memberi perlindungan bagi pimpinan BUMN yang mengambil keputusan strategis demi kepentingan nasional dan masyarakat luas.
Ira Puspitadewi, melalui perjuangan ini, menunjukkan keteguhan seorang profesional yang menegakkan kebenaran di tengah badai tuduhan. Pertarungan hukum yang masih berlangsung menjadi simbol penting bahwa integritas, akuntabilitas, dan keberanian mengambil keputusan demi negara harus selalu dihormati, bukan dikriminalisasi.(Har)
